Pendahuluan
Bunyi rumusan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p UU PPh yang menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Net Worth
Net Worth is the total value of a person or entity’s assets minus their total liabilities. Kekayaan neto adalah nilai total dari semua aset yang dimiliki seseorang atau perusahaan (misalnya, rumah, mobil, tabungan, investasi) dikurangi dengan total utang (misalnya, pinjaman, kredit kartu). Sederhananya, ini adalah gambaran seberapa kaya seseorang atau perusahaan setelah semua utang dilunasi. Cara menghitung: Kekayaan neto = Total aset – Total utang.
The Tax Accounting Equation is one of the analytical tools for Taxpayer Financial Statements to detect early the tendency of Taxpayers to commit Tax Avoidance and/or Embezzlement by using the Accounting Mathematical Equation Approach.
Persamaan Akuntansi Pajak adalah salah satu alat analisis Laporan Keuangan Wajib Pajak untuk mendeteksi secara dini kecenderungan Wajib Pajak melakukan Penghindaran dan atau Penggelapan Pajak dengan menggunakan Pendekatan Persamaan Matematika Akuntansi.
Sesuai dengan Basic Accounting Equation (BAE) Assets = Liabilities + Equity yang menggambarkan sumber dan penggunaan dana yaitu Asset (Aktiva) yang nantinya dipergunakan untuk memperoleh Revenue (Pendapatan) didanai dari Liabilities (Hutang) dan Equity (Modal Sendiri). Dalam memperoleh Revenue (Pendapatan) tidak dapat dipungkiri suatu keharusan mengeluarkan Expenses (Beban/Biaya) baik itu Variabel Cost yang nantinya pembentuk Cost of Goods Sales (COGS) atau Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Harga Pokok Penyerahan Jasa, dalam hal itu perusahaan jasa, Fixed Cost (Beban/Biaya Tetap) serta Draw [(D)Penarikan] yaitu pengeluaran perusahaan yang tidak ada hubungannya usaha yang kita kenal sebagai konsep 3L, pengeluaran-pengeluaran yang tidak memiliki hubungan langsung mauoun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang tidak berpengaruh terhadap Laba/Rugi perusahaan namun berpengaruh terhadap Neraca.
Oleh karena itu D ini merupakan komponen akun Neraca yang jarang kita ketahui. BAE diatas bisa dilengkapi menggunakan rasionalisasi matematika menjadi Mathematical Accounting Equation (MAE) yaitu Assets = Liabilities + Equity + Revenue – Expenses – Draw; atau bisa ditulis menjadi Expanded Accounting Equation (EAE) menjadi Assets + Draw + Expenses = Liabilities + Equity + Revenue. EAE ini bisa kita manfaatkan untuk alat uji (Tools) menguji kewajiban pajak para Wajib Pajak (WP) dengan asumsi WP tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap pembayaran pajak. Dengan demikian Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah nihil atau nol sehingga “tambahan kekayaan neto” juga nol serta tidak pernah dilakukan pembagian dividen, yang merupakan komponen akun D dalam Neraca, sehingga bisa kita tulis rumus Tax Accounting Equation (TAE) [Persamaan Akuntansi Pajak] menjadi Revenue – Expenses = Assets – Liabilities, yang menggambarkan hubungan antara Laba/Rugi dengan Neraca. Dari rumus ini terlihat jelas banyak terjadi anomali secara faktual bahwa pertumbuhan Neraca WP tidak sejalan dengan Laba Rugi nya.
Rumus TAE ini bisa juga ditulis menjadi Revenue = Expenses + Assets – Liabilities, yang artinya Revenue memiliki korelasi secara terbalik (the opposite relationship) terhadap Liabilities. Oleh karenanya sudah sangat urgen Program Pemeriksaan Pajak dengan Focus Audit pada Liabilities serta dirumuskan suatu Porpuse Business Test secara umum dalam General Anti Avoidance Rule (GAAR) agar bisa dipersempit ruang gerak tax avoidance and/or embezzlement.
Penutup
Dari urian diatas UU PPh telah mengatur “Tax Amnesty” melalui ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p yang berbunyi “tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak”.
Justru penulis mengusulkan agar bunyi rumusan ketentuan Pasal 4 ayat (1) yang semula berbunyi “yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun” menjadi lebih lengkap untuk menutup loophole peraturan menjadi “yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan atau untuk mengurangi hutang Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.
Jakarta, 14 Januari 2025
Joko Ismuhadi Soewarsono*)
*)penulis merupakan seorang akademisi anggota utama Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (Pertapsi), Perserikatan Ahli Hukum Indonesia (Perkahi), praktisi pemeriksa pajak berpengalaman dengan latar belakang pendidikan program diploma keuangan spesialisasi perpajakan dengan pendidikan terakhir sebagai kandidat doktor bidang akuntansi perpajakan dan doktor bidang hukum perpajakan.
Disclaimer: pendapat diatas merupakan pendapat pribadi penulis terlepas dari institusi penulis bekerja