JAKARTA, fiskusmagnews.com: Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak dari kegiatan ekonomi bawah tanah atau yang biasa disebut sebagai shadow economy serta game online.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, salah satu kegiatan ekonomi bawah tanah yang akan dibidik yaitu aktivitas judi dalam beragam bentuk, seperti judi online atau judi terkait pertandingan sepak bola.
Menurutnya, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com, potensi penerimaan pajak dari kegiatan ekonomi itu cukup besar. “Kalau mereka menang kan menambah PPh,” ujar Anggito, Senin (28/10).
Rencana ini juga sudah dibahas oleh Presiden Prabowo Subianto saat kegiatan retreat di Magelang pekan lalu. Dalam pertemuan itu, menurut Anggito, potensi penerimaan pajak dari shadow economy cukup besar.
Selama ini, penghasilan dari aktivitas-aktivitas itu memang tidak terjangkau oleh pajak. Padahal, di sisi lain pemerintah berharap penerimaan pajak bisa meningkat.
Menurut catatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nilai shadow economy di Indonesia mencapai 30%-40% terhadap Produk Domestik Bruto (DPB).
Untuk itu, pemerintah tengah menyusun formula kebijakan agar bisa diimplementasikan terhadap kegiatan ekonomi bawah tanah serta aktivitas game online tersebut.*)
Dalam kesempatan berbeda tim fiskusnews grup mewanwancarai Dr. Joko Ismuhadi Soewarsono, seorang akademisi STIE IGI sekaligus praktisi perpajakan, tentang Shadow atau Underground Economy Activity (UEA) ini. Dalam jawabannya, Joko, demikian biasa disapa menyampaikan bahwa UEA ini sejatinya ada dua jenis, yaitu kegiatan yang dari awal memang illegal atau dilarang oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya judi. Namun kecangguhan teknologi online yang tidak mengenal batas yurisdiksi ini, mengemas sedemikian rupa judi ini sebagai aktivitas yang mengasyikkan seperti permainan (game) sehingga banyak masyarakat terpedaya, ada juga judi yang dibungkus dengan sarana aktivitas economi, misalnya bermain saham dan lain-lain. Jenis ini dari awal sudah dilarang di Indonesia. Namun di beberapa negara aktivitas ini sudah dilegalkan, sedangkan kegiatan online ini tanpa bisa dibendung masuk ruang-ruang privasi masyarakat. Aktivitas ini bisa saja, otoritas Kominfo/Komdigi berkerjasama dengan otoritas pajak ambil manfaat untuk memajakinya. Memajaki bukan berarti menjadi legal. Bukankah yang menjadi objek pajak penghasilan itu tambahan kemampuan ekonomis (bandarnya) yang diterima atau diperoleh (pemain judi bisa top up gunakan kartu kredit atau tunai) dari Indonesia atau dari luar (jurisdiksi) Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan (bandar judi). Jadi kenakan aja pajak yang tinggi, kalau tidak dibayar ya dipidanakan saja.
Yang kedua aktivitas UEA ini semula bukan illegal, namun para pengusahanya sengaja tidak melaporkan kegiatannya sehingga dimasukkan ke underground economy dengan memanfaatkan celah regulasi yaitu transaksi cash intensive, tidak tercatat kegiatan ini. Jadi potensi ekonomi aktivitas judol itu sangat besar sejalan dengan kemajuan teknologi internet, pungkasnya.
Reporter: Amanda Valerina