Jakarta – fiskusmagnews.com:
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis Indonesia membentang dari 60 LU sampai 110 LS dan 920 sampai 1420 BT. Indonesia memiliki luas laut sebesar 5,8 Juta km² yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta Km², laut nusantara 2,3 juta Km² dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta Km². Indonesia juga memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 Km² (Boer Mauna, n.d.).
Forum (East Asia Summit) yang diselenggarakan di Naypyidaw, Mynanmar pada 2014, Presiden Jokowi menyampaikan konsep dektor kelautan yang disebut sebagai Poros Maritim Dunia (PMD) atau Global Maritime Nexus (GMN). Menurut Yani dan Mintrama (2018) bahwa pengembangan sektor kelautan menjadi fokus Indonesia pada abad ke-21 dan menekankan 5 pilar utama dalam Poros Maritim Dunia (PMD), yaitu :
- Budaya maritim: membangun kembali budaya maritim Indonesia melalui redefinisi identitas nasional Indonesia sebagai sebuah negara maritim.
- Ekonomi maritim: mengelola dan sekaligus melestarikan sumber daya maritim bangsa.
- Konektivitas maritim: memprioritaskan pembangunan infrastruktur maritim, pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan pariwisata laut.
- Diplomasi maritim: optimalisasi soft power dalam menangani ancaman regional dan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral di bidang maritim.
- Keamanan maritim: mempersiapkan hard power untuk memperkuat kekuatan pertahanan maritim Indonesia dalam usaha pengamanan wilayah Indonesia.
Dilihat dari letak geostrategis Indonesia, bahwa Indonesia memiliki 4 selat strategis di dunia, diantaranya selat Sunda, selat Lombok, selat Makassar, dan selat Malaka. Selat strategis tersebut dinamakan major strait. Dikatakan strategis sebab perairan tersebut dilalui oleh kapal-kapal perniagaan yang mengangkut barang, minyak, dan gas dengan jumlah yang besar. Selat Malaka adalah salah satu selat tersibuk di dunia dengan arus lalu lintas kapal mencapai lebih dari 90.000 kapal tiap tahunnya (lintasterkini.com). Selat malaka merupakan jalur laut yang menghubungkan Laut Cina Selatan dengan Samudera Hindia. Pada tahun 2013, EIA memperkirakan 15,2 juta barel minyak per hari melewati selat Malaka dari Timur Tengah terutama menuju Korea, Bangkok, China, dan Jepang (trenasia.com). Bahkan 1/3 barang perdagangan dan ½ poskan minyak dunia melewati selat yang sering kita dengar sebagai Chock Points.
Sumber: International Tanker Owners Pollution Federation
Dengan berbagai potensi dan peluang besar tersebut apa yang negara kita dapatkan? Lalu polemik yang saat ini banyak diperbincangkan yaitu bolehkah kapal asing keluar masuk Indonesia secara bebas dan bisakah indonesia menarik pajak pada setiap kapal asing yang melintas untuk devisa negara kita?
Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957, Indonesia menyatakan kepada dunia luas bahwa laut Indonesia (laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia) menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Dan Indonesia sebagai negara kepulauan, telah diakui dunia internasional melalui konvensi hukum laut PBB ke tiga, United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982). Maka seluruh kebijakan yang mengatur kedaulatan laut Indonesia harus mengikuti aturan UNCLOS sebagai A constitusion of the ocean (kai.or.id). Didalam UNCLOS pada Bab 2 Seksi 3 dijelaskan bahwa setiap negara manapun berhak menikmati lintas damai atau innocent passage dilaut teritorial suatu negara tanpa harus minta izin terlebih dahulu dan tidak perlu memberikan kompensasi apapun. Ketentuan ini ada pada UNCLOS pasal 58 yang mengatakan bahwa negara asing itu berhak melintas dengan kapal atau freedom of navigation di atas ZEE, boleh menanam kabel bawah laut dan lain sebagainya (madeandi.com). Bahkan dalam pasal 26 dan 43 diterangkan bahwa negara tepi yang dilalui oleh kapal negara asing harus menjamin perjalanan kapal yang melintas aman, nyaman, dan tidak ada bahaya yang mengancam.
Namun setiap kapal asing yang masuk ke perairan negara lain wajib mengikuti aturan tertentu. Hal ini tercantum dalam UNCLOS pasal 19 yang mengatakan bahwa kapal yang melintas negara lain tidak boleh berhenti sembarangan, harus terus berlayar, tidak boleh melakukan tindakan mengancam, mengambil sumberdaya milik negara lain, dan sebagainya.
Sumber : madeandi@ugm.ac.id
Dari berbagai pasal di UNCLOS yang dijelaskan tadi, menurut kami ada beberapa pasal yang mungkin tidak berjalan sesuai apa yang terjadi di laut kita. Sebut saja UNCLOS pasal 19 mengenai aturan kapal asing yang melintas tidak boleh mengambil sumberdaya laut negara tersebut. Lalu, apakah kapal asing yang lewat benar terjamin keamananya dan diawasi oleh negara kita? Faktanya masih banyak sumberdaya laut kita yang dicuri oleh negara lain. Presiden Jokowi dalam kegiatan Simposium Kejahatan Perikanan Internasional II di Yogyakarta tahun 2016 menerangkan bahwa illegal fishing telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp 260 triliun per tahun (katadata.co.id). Kemudian Mentri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 yaitu Ibu Susi mengakui kerugian penangkapan ikan secara illegal di Indonesia pernah mencapai 2.000 Triliun (cnbcindonesia.com). Padahal jika kita memanfaatkan dengan baik, potensi kelautan dan perikanan di Indonesia diperkirakan mempunyai nilai ekonomi yaitu perikanan tangkap US$ 15,1 miliar per tahun, budidaya laut US$ 46,7 miliar per tahun, budidaya tambak US$ 10 miliar per tahun dan bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun (Lasabuda, 2013)
Dalam masa pandemi Covid-19 baru-baru ini laut kita kembali kecolongan. Terdapat 23 kapal asing ditangkap PDSKP, sekitar 20 kapal asing di antaranya diamankan dari Laut Natuna dan beberapa diamankan di Laut Makassar (antaranews.com). Sangat miris mendengar kabar tersebut, melihat kayanya sumberdaya kita namun dicuri oleh bangsa lain. Dari berbagai kasus tadi apakah dapat berjalan sesuai dengan aturan UNCLOS?
Selanjutnya, Selat Malaka memiliki aturan yang sedikit berbeda dalam UNCLOS. Dalam UNCLOS pasal 3, Selat Malaka disebut sebagai straits used for international navigation atau Pelayaran navigasi internasional. Artinya setiap kapal asing yang lewat tidak lagi disebut sebagai jalur freedom of navigation atau jalur lintas damai tetapi disebut sebagai jalur lintas transit. Jadi, jalur lintas transit adalah suatu perlintasan pada selat yang digunakan oleh navigasi internasional yang bebas hambatan. Strait of Malaca salah satu Chock Points atau jalur perdagangan tersibuk di dunia. Kemudian, timbul pertanyaan, apakah negara Ternyata Selat Malaka juga terkenal sebagai arena tumpahnya minyak kapal-kapal asing (portonews.com). Tumpahnya minyak tersebut berasal dari tabrakan kapal yang sering terjadi. Akibatnya, Selat Malaka adalah perairan dengan angka kecelakaan laut tertinggi di dunia. Dalam periode 1970-2015 tidak kurang dari 200 kasus tabrakan kapal di Selat Malaka, yang beberapa di antaranya melibatkan kapal besar. Setiap kecelakaan pasti diikuti dengan tumpahan minyak ke laut. Meskipun kapal yang mengalami kecelakaan bukan kapal tanker, tapi setiap kapal berukuran besar memuat bahan bakar minyak dalam jumlah besar. Jadi, tidak salah kalau Selat Malaka adalah perairan yang paling sering tercemar oleh tumpahan minyak. Tentu tumpahan minyak tersebut dapat merusak ekosistem laut yang tercemar minyak. Sulistyono dalam jurnalnya berjudul Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut Pada Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya. Jurnal ini diterbitkan juga oleh Forum Teknologi Pusdiklat Migas, Kementerian ESDM. Dia menulis, saat minyak tumpah ke laut dia akan mengalami serangkaian perubahan dalam sifat fisik dan kimiawi. Mulai dari karakteristiknya, komposisi hingga perubahan yang terjadi pada air laut dan yang paling mengerikan adalah soal dampak langsung terhadap organisme di laut (ejurnal.ppsdmmigas).
Bolehkah kita menarik pajak bagi setiap kapal asing yang melewati perairan kita? Pada UNCLOS pasal 26 nomor 1 diterangkan bahwa setiap kapal asing yang melintas perairan laut suatu negara, negara tepi laut tersebut tidak boleh meminta Charge atau meminta bayaran. Berarti laut kita sebut saja Selat Malaka yang dilewati ratusan ribu kapal asing tiap tahunnya tidak membawa keuntungan bagi kita? Hal ini juga dijelaskan pada UNCLOS pasal 26, negara hanya bisa memberikan “fasilitas khusus” bagi kapal asing yang lewat. Fasilitas ini dapat berupa pelayanan pelabuhan, penyediaan minyak atau kapal penderek untuk menarik kapal-kapal bermuatan besar agar aman melintasi selat yang sempit seperti Selat Malaka.
Ternyata negara kita sangat lambat mengambil langkah ini dibandingkan negara tentangga kita Singapura dan Malaysia. Singapura membangun pelabuhan tercanggih pertama yang berada pada selat Malaka. Selama berabad-abad pelabuhan Singapura sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal dagang, minyak, container yang membawa barang dari timur tengah menuju Asia Timur, Taiwan, Hongkong, China, Korea dan beberapa negara Asia Pasifik. Singapura sebagai pelabuhan strategis sekaligus pengolah bahan-bahan mentah dari Australia, Indonesia, Thailand, Vietnam dan berbagai negara lainnya. Melalui pelabuhan singapura inilah yang membuat singapura menjadi negara dengan GNP terbesar di Asia Tenggara. Begitu juga dengan Malaysia. Perdana Menteri Mahatir Muhammad pada tahun 1997 mengambil langkah strategis dengan membangun pelabuhan khusus container dilahan seluas 5.000 hektar di sekitar Tanjung Pelepas, Johor Bahru. Pada bulan Oktober tahun 1999, Mahatir mengajak perusahaan pengangkutan kapal barang terbesar didunia yaitu Maersk Line untuk menggunakan fasilitas pelabuhan tersebut. Kemudian, kurang dari satu tahun Tanjung Pelepas berhasil melakukan transaksi sebesar 1 Juta container sehingga menjadi rekor dunia sebagai pertumbuhan pelabuhan tercepat didunia. Pada tahun 2002 perusahaan evergreen marine corporation sebagai perusahaan kapal container terbesar kedua di dunia juga berpindah di Tanjung Pelepas. Dengan menguasai dua perusahaan container terbesar didunia, kenaikan rata-rata Tanjung Pelepas sekitar 14,5 persen pertahun. Tahun 2015 berhasil mencapai peningkatan bongkar muat sebesar 9,10 juta ton. Indonesia begitu terlambat, baru pada bulan Agustus tahun 2018 Indonesia baru meresmikan pelabuhan didekat Selat Malaka untuk bersaing dengan Singapura dan Malaysia. Pelabuhan tersebut dibangun di wilayah Muara Tanjung.
Sumber: cargofive.com
Begitu juga dengan minyak, berdasarkan hitungan PT Pertamina (Persero), nilai penjualan BBM yang dibeli kapal-kapal yang berlayar melalui Selat Malaka mencapai 48 juta kilo liter (KL)/tahun, atau setara dengan konsumsi BBM subsidi Indonesia di 2014. Namun sayangnya, Pertamina hanya menikmati 5% pasar BBM di Selat Malaka tersebut yang mana sisanya dikuasai oleh Singapura dan Malaysia (finance.detik.com).
Aturan UNCLOS belum diberlakukan dengan baik di kelautan Indonesia. Banyak kapal asing yang berlayar, namun kita belum bisa memanfaatkannya dan kurang memberikan fasilitas bagi mereka sehingga kita hanya menikmati kerugiannya saja dalam segi pencemaran lingkungan. Selain itu, banyak kapal asing yang mencuri ikan atau melakukan illegal fishing yang justru sangat merugikan bagi Indonesia.
Demikiab Hasil Kajian Kelautan oleh Mohamad Afif Dzulqifli, Agustinus Risco Rahndaru Supriyadi, dan Rikhul Jannah dari Departemen Kajian Strategis Keluarga Mahasiswa Ilmu Perikanan Universitas Gadjah Mada.
Seperti halnya pelayanan infrastruktur jalan tol, Pemerintah harus menyediakan kepada warga negaranya, dalam hal ini pemerintah memberikan PT Jasa Marga (Persero) melalui anak usahanya guna menjalankan fungsi pemerintah. Demikian pula dalam pengelolaan selat-selat yang dimiliki Indonesia, Pemerintah bisa menugaskan PT Pelindo (Persero) untuk hadir, melalui BUMN inilah dilakukan penyerahan jasa “hub” dimana ada hak pemajakan pemerintah disini.
Kita telah sama-sama mengetahui bahwa objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) menyasar pada penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final atau tidak dapat dikreditkan. Berikut adalah rincian lengkap objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang dikenakan pada jenis penghasilan tertentu, berupa:
- Hadiah berupa Undian;
- Bunga deposito dan sejenisnya dari tabungan, obligasi, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
- Peredaran usaha dari usaha UMKM dibawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak;
- Transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di pasar bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitra atau pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura atau usaha sejenisnya;
- Transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
- Penghasilan tertentu lainnya sebagaimana telah diatur dalam atau sesuai dengan peraturan pemerintah.
Menarik mencermati angka 6 diatas, memberi ruang kepada pemerintah untuk mengenakan jenis-jenis penghasilan tertentu. Terlihat daftar diatas sumber penghasilannya dari “pasif income”.
Menurut penulis dari berbagai usulan para pihak agar diberlakukan pengenaan pajak atas jasa perusahaan “hub” yaitu perusahan pengelola “perlintasan perdagangan internasional” kapal-kapal yang melintasi wilayah selat-selat di Indonesia, misalnya setiap kapal cargo yang melintasi Selat Malaka dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final sebesar 1 persen dari cargo mereka, kecuali kapal cargo yang melakukan bongkar muat di wilayah Indonesia dibebaskan dari pungutan pajak dimaksud.
Dengan demikian kita melakukan ekstensifikasi jenis pajak baru yang menjadi beban pemerintah untuk melindungi para pelintas batas yang tentunya membutuhkan biaya atas kegiatan lintas batas melalui selat-selat Indonesia.
Jakarta, 25 Oktober 2024
Joko Ismuhadi Soewarsono*)
*)penulis merupakan seorang akademisi anggota utama Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (Pertapsi), Perserikatan Ahli Hukum Indonesia (Perkahi), praktisi pemeriksa pajak berpengalaman dengan latar belakang pendidikan program diploma keuangan spesialisasi perpajakan dengan pendidikan terakhir sebagai kandidat doktor bidang akuntansi perpajakan dan doktor bidang hukum perpajakan.
Disclaimer: pendapat diatas merupakan pendapat pribadi penulis terlepas dari institusi penulis bekerja.