Setiap makhluk hidup dibekali otak purba yaitu otak reptil atau otak insting guna bertahan hidup. Hanya manusia saja lah yang diberikan otak nalar selain otak reptil. Otak nalar dalam neuroscience disebut neocortex. Entah kebetulan atau tidak, atau mungkin di inspirasi oleh neuroscience, sistem canggih PSIAP, Pembaharuan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau yang lebih dikenal dengan nama singkat Core Tax atau lebih lengkapnya Core Tax Administraion System (CTAS).
Kecerdasan Core Tax ini adalah adanya hal yang baru yaitu Tax Deposit. Program ini adalah gagasan cerdas bisnis abad digitalisasi yaitu mengakumulasi dana masyarakat wajib pajak tanpa punya kewajiban mengembalikan tanpa pula punya kewajiban membayar bunga nya.
Seperti halnya ide cerdas CEO Starbucks, Howard Schultz, dimana 45% penerimaan Starbucks di seluruh dunia bukan dari sales, namun “uang titipan” membership yang tidak akan pernah diambil kembali oleh pelanggan namun hanya cukup ditukar dengan kopi atau produk lain Starbucks sehingga dana murah ini bisa digunakan apa saja oleh Starbucks, ekspansi usaha misalnya.
Target penerimaan perpajakan tahun ini Rp2.307,9 triliun dan target penerimaan tahun 2025 direncanakan sebesar Rp3.005,1 triliun, yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun.
Jika konsep bisnis ini di copy paste otoritas, Badan Otoritas Penerimaan Negara (BOPN) akan mampu mengakumulasi dana masyarakat wajib pajak 45% di tax deposit, maka tugas BOPN as usual DJP seperti tahun sebelumnya dengan sangat mudah bisa diraih.
Target penerimaan perpajakan tahun 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun bisa dicapai dengan target tahun 2024 sebesar Rp2.307,9 triliun ditambah tax deposit 45%, jumlah penerimaan negara sebesar Rp3.346,5 triliun bisa direalisasikan bahkan surplus Rp341,4 triliun.
Semoga niat baik pemerintah melakukan redistribusi pendapatan dari warga negara yang berpunya kepada yang tak berpunya melalui pajak bisa terwujud.[jis].
Jakarta, 24 September 2024
Joko Ismuhadi Soewarsono*)
*)penulis merupakan seorang akademisi anggota utama Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (Pertapsi), Perserikatan Ahli Hukum Indonesia (Perkahi), praktisi pemeriksa pajak berpengalaman dengan latar belakang pendidikan program diploma keuangan spesialisasi perpajakan dengan pendidikan terakhir sebagai kandidat doktor bidang akuntansi perpajakan dan doktor bidang hukum perpajakan.
Disclaimer: pendapat diatas merupakan pendapat pribadi penulis terlepas dari institusi penulis bekerja.