Next Post

Regular Tax Discussion : Kupas Tuntas Ketentuan Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, berdasarkan PMK-172/2023 pada tanggal 20 Februari 2024.

Prof. Dr. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, S.E., Ak., M.Acc., M.Ec.(Hons), CA sedang menyampaikan paparan tentang Transfer Pricing yang berlaku sesuai ketentuan perpajakan terbaru.

Transfer Pricing merupakan topik yang hangat dibahas baik di tingkat global maupun domestik.  Transfer Pricing dapat disalah gunakan untuk meminimalkan pajak terhutang. Guna mencegah terjadinya transfer pricing dengan tujuan untuk melakukan tax avoidance dan tax evasion, maka otorias perpajakan di setiap negara berusaha untuk membuat regulasi guna mencegah praktik penyalahgunaan transfer pricing. OECD juga merumuskan cara mencegah penyalahgunaan praktik transfer pricing dengan merumuskan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Actions.

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga berusaha mengikuti perkembangan ini dengan membuat aturan-aturan yang mencegah Wajib Pajak dalam melakukan praktik penyimpangan Transfer Pricing. DJP telah mewajibkan Wajib Pajak untuk membuat dokumentasi untuk harga transfer (Transfer Pricing Documentation/TPD) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 yang berlaku baik untuk transaksi lintas batas ataupun transaksi domestik selama transaksi terjadi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Selain itu, terdapat juga ketentuan mengenai Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 dan Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020.

Guna menyelaraskan dan harmonisasi ketentuan Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, maka telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 yang mulai berlaku sejak 29 Desember 2023 mengenai Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dengan mencabut ketentuan PMK Nomor 213/PMK.03/2016, PMK Nomor 49/PMK.03/2019 dan PMK Nomor 22/PMK.03/2020 menjadi satu PMK-172 Tahun 2023.

Dalam rangka memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat luas mengenai Ketentuan Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023, Kompartemen Akuntan Perpajakan – Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj – IAI) menyelenggarakan Regular Tax Discussion dengan Topik Kupas Tuntas Ketentuan Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dimana akan dibahas ulang konsep penting Transfer Pricing dan juga aturan terbaru Transfer Pricing.

Oleh karena hal tersebut di atas, KAPj – IAI menyelenggarakan Regular Tax Discussion ini dengan tujuan sebagai sarana diskusi ilmiah dan diseminasi mengenai praktik Transfer Pricing dalam rangka meminimalkan beban pajak. Melalui Regular Tax Discussion ini juga diharapkan dapat menjadi media bagi para akuntan anggota Ikatan Akuntan Indonesia (terutama Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Perpajakan) dan masyarakat umum dalam mendapatkan wawasan mengenai penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atau Arm’s Length Principle (ALP) di Indonesia, bagaimana ketentuan dokumentasi dalam menentukan harga transfer dalam transaksi antar pihak berelasi, serta bagaimana ketentuan dalam melakukan penetapan harga transfer wajar menurut perjanjian dengan otoritas terkait baik melalui APA maupun MAP. Selain itu, Regular Tax Discussion ini diadakan oleh KAPj – IAI terutama sebagai bahan diskusi ilmiah mengenai penyelarasan (sinkronisasi) dari semua ketentuan perpajakan yang ada saat ini terkait dengan Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023.   

Dilatarbelakangi oleh peningkatan kegiatan usaha serta meningkatnya transaksi hubungan Istimewa yang dilakukan oleh Wajib Pajak, Pemerintah telah menerbitkan PMK Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa (untuk selanjutnya diacukan sebagai “PMK-172 Tahun 2023”) pada 29 Desember 2023 lalu dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Dengan keluarnya PMK-172 Tahun 2023 tersebut, turut mencabut peraturan-peraturan terkait Transfer Pricing sebelumnya yaitu PMK-213 Tahun 2016, PMK-49 Tahun 2019, serta PMK-22 Tahun 2020. Hal di atas menjadi diskusi menarik dalam Regular Tax Discussion “Kupas Tuntas Ketentuan Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa (PMK-172 Tahun 2023)” yang diadakan secara daring melalui Zoom, pada Selasa, 20 Februari 2024. Acara ini diadakan mulai pukul 09.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB, dengan dihadiri oleh sekitar 430 peserta dengan berbagai latar belakang.

Sebagai narasumber Regular Tax Discussion kali ini dari KAPj – IAI menghadirkan Dr. Mekar Satria Utama – selaku Direktur Perpajakan Internasional, Didit Haryanto – selaku Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional IV, dan Pramuji Handra Jadi – selaku analis Transfer Pricing dan MAP/APA. Kemudian, IAI turut menghadirkan praktisi Transfer Pricing selaku narasumber, yaitu Permana Adi Saputra, Ak., CA – selaku Sekretaris Umum Kompartemen Akuntan Perpajakan IAI sekaligus Managing Partner di PB Taxand, salah satu Konsultan Pajak di Indonesia. Adapun sebagai moderator dalam Regular Tax Discussion terkait PMK-172 Tahun 2023 ini adalah Dr. Martua Eliakim Tambunan, Ak., CA yang merupakan pengurus KAPj Bidang Organisasi dan Kehumasan IAI sekaligus praktisi Perpajakan dan akademisi, yaitu Direktur di PT Pro Visioner Konsultindo serta dosen di Universitas Kristen Indonesia. Regular Tax Discussion ini dihadiri hingga lebih dari 430 peserta yang terdiri dari anggota IAI dan praktisi perpajakan di Indonesia. Dalam PMK-172 Tahun 2023 terdapat sejumlah klausul yang cukup menyita perhatian para praktisi perpajakan, terutama dalam bidang Transfer Pricing. Oleh karena itu, Regular Tax Discussion kali ini diadakan untuk menggali lebih dalam atas peraturan serta bagaimana dampaknya dalam praktik perpajakan terutama dalam hal Transfer Pricing dan akuntansi.

Regular Tax Discussion dibuka oleh Ketua IAI Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj), Prof. Dr. John L. Hutagaol, M. Acc., M. Ec (Hons), S.E. Ak, C.A yang juga menjabat sebagai Tenaga Pengkaji Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia, Direktorat Jenderal Perpajakan. Dalam Regular Tax Discussion, yang merupakan kegiatan strategis dalam sosialisasi pelaksanaan peraturan perpajakan, Beliau menyampaikan bahwa PMK-172 Tahun 2023 ini merupakan kodifikasi dari peraturan yang telah ada sebelumnya, yaitu PMK-213 Tahun 2016, PMK-49 Tahun 2019, dan PMK-22 Tahun 2020. Kodifikasi peraturan tersebut dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penerapan aturan terkait penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Lebih lanjut, Beliau menyampaikan terdapat sejumlah highlights dari PMK-172 Tahun 2023 ini seperti 1) perluasan penerapan PKKU dan hubungan istimewa, 2) penegasan bahwa tidak terdapat perbedaan perlakuan penerapan PKKU antara transaksi transfer pricing domestik maupun cross border, 3) penegasan kembali atas penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan temuan Pemeriksaan seperti primary adjustment, secondary adjustment, dan corresponding adjustment, 4) penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), 5) jangka waktu kewajiban penyampaian Transfer Pricing Documentation, 6) perubahan penetapan threshold atas CbCR, 7) memperkenalkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama (SKPB), 8) adanya APA Multilateral, dan 9) pengurangan sanksi administratif atas roll-back APA.

Pemaparan materi dimulai dari narasumber pertama, Dr. Mekar Satria Utama yang menyampaikan bahwa tujuan dari penerbitan PMK-172 Tahun 2023 ini adalah untuk menyederhanakan beberapa regulasi terkait serta memberikan kepastian hukum dalam penerapan PKKU. Melalui PMK-172 Tahun 2023 diantaranya adalah menegaskan kembali terkait dengan dasar-dasar pengertian atau definisi khusus, tahapan penerapan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak, penyelesaian sengketa sehubungan dengan transfer pricing, hingga pencegahannya melalui APA. Dilanjutkan pemaparan materi oleh narasumber kedua, Bapak Didit Hariyanto, yaitu penjelasan lebih lanjut atas sejumlah poin yang perlu diperhatikan lebih lanjut oleh Wajib Pajak dan praktisi perpajakan. Dengan menggarisbawahi poin perubahan yang telah disampaikan oleh Prof. Dr. John L. Hutagaol sebelumnya, beliau menekankan kembali perihal salah satunya adalah terkait dengan tahapan pendahuluan atas sejumlah transaksi afiliasi, yang meliputi pembuktian atas manfaat yang diterima Wajib Pajak atas transaksi yang dilakukan. Menurut PMK-172 Tahun 2023 manfaat tersebut dapat berupa peningkatan penjualan, penurunan biaya, perlindungan atas posisi komersial, atau pemenuhan kebutuhan kegiatan komersial lainnya termasuk untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Lebih lanjut, PMK-172 Tahun 2023 menegaskan tanpa adanya tahapan pendahuluan, maka Wajib Pajak dianggap tidak menerapkan PKKU. Selain itu, Beliau juga menyampaikan bahwa PMK-172 Tahun 2023 telah memberikan kepastian hukum sehubungan dengan secondary adjustment, dimana ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal adanya pengembalian dana dan Wajib Pajak menyetujui atas koreksi harga transfer yang dilakukan oleh DJP.

Narasumber selanjutnya adalahBapak Permana Adi Saputra, Ak., CA. Selaku praktisi Transfer Pricing, beliau menyoroti sejumlah klausul dalam PMK-172 Tahun 2023 yang sekiranya dapat menjadi concern, atau perlu perhatian lebih bagi para Wajib Pajak dan para praktisi Transfer Pricing. Pertama, beliau meng-highlight terkait dengan adanya kebutuhan penyusunan Tahapan Pendahuluan yang berisikan pembuktian untuk masing-masing transaksi, terutama transaksi keuangan. Beliau juga menyampaikan bahwa terdapat dua transaksi tambahan yang turut diatur dalam peraturan ini, yaitu sehubungan dengan restrukturisasi usaha dan kesepakatan kontribusi biaya. Menanggapi hal tersebut, Bapak Permana menyampaikan perlunya Wajib Pajak untuk melakukan dokumentasi atas manfaat ekonomis yang diterima atas transaksi sebagai tahapan pendahuluan. Menurut beliau, pada umumnya para Wajib Pajak telah memahami bahkan melakukan analisis terlebih dahulu sehubungan dengan manfaat dari transaksi yang dilakukan. Meskipun demikian, sedikit dari Wajib Pajak yang mendokumentasikan dengan baik atas analisis manfaat dari transaksi yang dilakukan sehingga penyusunan Tahapan Pendahuluan ini dapat menjadi tantangan baru bagi para Wajib Pajak dalam rangka memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Setelah pemaparan materi oleh para narasumber, Reguler Tax Discussion ditutup dengan menjawab sejumlah pertanyaan terkait dari para peserta oleh Bapak Didit dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bapak Adi Permana selaku praktisi Transfer Pricing. Salah satu pertanyaan adalah sehubungan dengan penggunaan analisis tahun pengujian pada pembanding, yaitu single year dan multiple year. Pertanyaan tersebut diajukan oleh Ibu Fransisca, yang mempertanyakan bagaimana ketentuan dalam pemilihan analisis tahun pengujian tersebut dan apakah hanya berlaku untuk perusahaan pembanding saja. Bapak Didit menyampaikan, menurut PMK-172 Tahun 2023 maka menegaskan kembali bahwa untuk pembanding maka penggunaan analisis single year yang paling mendekati periode transaksi yang diuji adalah lebih diutamakan dibandingkan menggunakan analisis multiple year. Meskipun demikian, penggunaan analisis multiple year adalah tetap diperbolehkan sepanjang dapat meningkatkan kesebandingan pengujian, seperti dalam hal mempertimbangkan siklus bisnis . Lebih lanjut, Beliau menyampaikan, untuk entitas yang diuji adalah pada saat transaksi dilakukan, atau single year pada tahun berjalan.

Selain itu juga terdapat pertanyaan menarik lainnya, yaitu sehubungan dengan kewajiban penyusunan Transfer Pricing Documentation yang dilontarkan oleh Bapak Fendy. Beliau mempertanyakan terkait dengan klausul Pasal 16 ayat (3) PMK-172 Tahun 2023, yaitu apakah hanya perusahaan dengan nilai transaksi di atas Rp50 miliar yang diwajibkan dalam menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Atas pertanyaan ini dijawab dengan simultan oleh Bapak Didit juga Bapak Permana, yang dimana menjelaskan bahwa terlepas dari nilai transaksinya, Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha untuk transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan Istimewa, maupun transaksi yang dipengaruhi hubungan Istimewa. Adapun untuk Batasan yang disampaikan dalam peraturan adalah kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mendokumentasikan atas penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang dilakukan ke dalam Transfer Pricing Documentation yang terdiri dari Dokumen Induk dan Dokumen Lokal. Adapun penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang didokumentasikan ke dalam Transfer Pricing Documentation adalah atas transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasi.

Sebagai penutup atas diskusi, Bapak Didit menyampaikan bahwa diharapkan dengan adanya PMK-172 Tahun 2023 ini dapat meminimalisir adanya sengketa transfer pricing yang berkepanjangan sehingga diharapkan Wajib Pajak mendokumentasikan dengan baik PKKU atas transaksi yang dilakukan. Lebih lanjut melalui Reguler Tax Discussion berdasarkan PMK-172 Tahun 2023 kali ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para Wajib Pajak serta praktisi perpajakan, khususnya dalam bidang Transfer Pricing.

Tentang IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member of Chartered Accountants Worldwide (CAW).

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke
iai-info@iaiglobal.or.id.

Reporter: Marshanda Gita

fiskusma

Related posts