Next Post

Back 2 Back Loan: Transaksinya Orang Bingung

Jakarta-fiskusmagnews.com:

Pada suatu ketika penulis bertemu sahabat lama yang sudah sangat lama tidak bertemu sejak saya lulus SMA Negeri I Krembung di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, terlibat pembicaraan santai ngobrol ngalor ngidul pada suatu saat tiba pertanyaan yang tidak penulis sangka-sangka,”Kenapa ya banyak orang pinter tertipu investasi bodong ya?”. Dia menanyakan ke penulis karena saya dianggap mengerti ilmu keuangan. Saya menyampaikan, ingat gak kasus Inong Melinda De? Seorang Customer Relationship Manager (CRM) Citibank yang terlibat kasus penipuan investasi pada Citibank?. Hal ini terjadi karena banyak orang di negeri ini memiliki uang, namun tidak sesuai dengan profilnya. Nah mulai serius nih pembicaraannya.

Kita mengetahui bahwa Citibank punya reputasi membantu para pengemplang pajak di Amerika Serikat melalui layanan Private Banking (sumber: https://www.taxjustice.net/cms/upload/pdf/Citigroup_-_a_culture_and_history_of_tax_evasion.pdf); membantu dan mengajari cara menghindari bahkan menggelapkan pajak dengan menciptakan suatu skema transaksi yang diciptakan oleh orang-orang MBA alias manusia banyak akal (maaf bagi yang memiliki gelar MBA, tidak dimaksudkan sebagai bentuk penghinaan); (ada kawan saya menyebut MBA sebagai manusia yang lemah ini bersandar kepada Allah). Memang ada yang mengatakan bahwa orang cerdik itu pemimpinnya orang terdidik, kalau dipikir-pikir ada betulnya juga omongan itu ya. Lihat saja para konglomerat dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi atau bahkan mungkin hanya bisa baca tulis dan berhitung sempoa berhasil memiliki sebegitu banyaknya Perusahaan dengan karyawan ribuan yang digaji dengan Tingkat Pendidikan jenjang S1 sampai dengan jenjang tertinggi S3 menjadi anak buahnya. Jadi ada benarnya bahwa orang cerdik itu betul pemimpinnya orang terdidik.

Dalam ilmu perpajakan mengenal adanya doktrin Substance Over Form, yaitu suatu doktrin bahwa dalam suatu skema transaksi yang rumit akan kita lihat substansinya bukan bentuk formalnya. Ini juga pernah saya sampaikan ke kawan akrab yang awam tentang ilmu keuangan sambil bercanda, kalau malam-malam di Taman Lawang ada perempuan cantik, hati-hati, jangan-jangan itu orang jadi-jadian, secara phisik cantik bak wanita sempurna tidak tahunya laki-laki. Begitu juga saat terjadi polemik di masyarakat atas meninggalnya artis papan atas almarhum(ah) Dorce Gamalama, pada saat dimakamkan diperlakukan sesuai kodrat aslinya sebagai laki-laki, itulah pemahaman awam tentang Substance Over Form Doctrin.

Dalam Tindak Pidana Pajak (Tipijak) sebagai pidana asal (predicate crime) banyak dijumpai kasus menggunakan modus back to back loan, yaitu suatu skema transaksi yang diciptakan oleh Wajib Pajak Badan dengan bantuan fasilitas Bridging Loan yang merupakan jenis pinjaman dalam jangka waktu yang pendek, yang digunakan mendapatkan pembiayaan permanen atau menghapus kewajiban yang ada. Bridging Loan merupakan pembiayaan yang sifatnya sementara, yang dimanfaatkan perorangan atau keperluan kolektif bisnis, untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang atas utang ini dibayar dan dilunasi oleh lini berikutnya, baik itu Perusahaan pengolah bahan baku maupun Perusahaan distributor. Dengan skema transaksi ini Wajib Pajak berusaha mengaburkan asal-usul uang yang diterima (cash basis) dan/atau yang diperoleh (accrual basis) yang semula sejatinya adalah revenues (penghasilan) yang merupakan objek pajak menjadi bentuk baru yang bukan objek pajak yaitu pencairan utang bank. Pada proses penciptaan skema transaksi ini melalui 2 (dua) tahap, mirip pada kasus money laundering, yaitu pertama, melakukan reclassification (bahasa akuntansinya membalik jurnal) yaitu uang hasil penjualan digunakan untuk membayar utang bank, dan tahap kedua melakukan recharacterizes, melakukan pencairan utang bank. Dengan cara ini uang yang semula hasil penjualan sebagai objek pajak menjadi bentuk baru yang bukan objek pajak yaitu pencairan utang. Skema transaksi ini penulis sebut sebagai back to back loan, day to day operasion.

Karena ada sesuatu yang disembunyikan dan ditutupi, maka Wajib Pajak dengan sadar harus menciptakan suatu skema baru yang menjurus kepada tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil Tipijak, yaitu uang hasil Tipijak disimpan dalam bentuk surat berharga yang likuid, bisa dalam bentuk time depositpromissory note dan lain-lain surat berharga yang sangat likuid. Atas surat berharga ini disimpan dan/atau di investasikan atas nama BO-nya (Beneficial Owner nya) atau atas nama induk usahanya, yang kemudian dijadikan alat agunan (tambahan) dalam mencairkan kredit investasi jangka Panjang atau jangka menengah atau digunakan investasi baru pengembangan usahanya, yang biasanya kita mendengar sebagai “personal guarantee atau corporate guarantee”.

Paper penulis yang telah mendapat apresiasi dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Empat, Bapak Budi Prasetya, Kepala KPP saat itu, yang penulis beri judul: Tax Accounting Equation (TAE): early detection tax avoidance and/or tax evasion(sumber: https://www.scribd.com/document/613000130/Tax-Accounting-Equation-TAE) dengan beberapa contoh kasus yang bisa dijadikan acuan. Pada tulisan ini penulis mengembangkan ilmu akuntansi dasar, Basic Accounting Equation (BAE) dengan rumus sumber dan penggunaan dana yaitu: Asset = Liability + Equity. Persamaan dasar akuntansi ini penulis kembangkan menggunakan pendekatan matematika, Mathematical Rationality Approach, Mathematical Accounting Equation (MAE) menjadi sebagai berikut: Asset = Liability + Equity + {(Revenues – Expenses) – Deviden} yang bisa dibolak-balik secara matematika menjadi: Asset + Deviden + Expenses = Liability + Equity + Revenues. Rumus matematika ini penulis gunakan untuk menguji apabila Wajib Pajak Badan tidak memiliki kontribusi signifikan dalam membayar Pajak Penghasilan Badan atau delta (perubahan) Equity tidak ada tambahan dari akumulasi laba (Retained Earning) serta tidak pernah ada deklarasi/pengumuman pembagian deviden ke para pemegang saham (share holder), sehingga rumus matematika diatas menjadi: Revenues – Expenses = Assets – Liabilities atau Komponen Laba Rugi = Komponen Neraca, atau persamaan diatas bisa ditulis menjadi: Revenues = Expenses + Assets – Liabilities. Persamaan tersebut telah memenuhi pengertian Penghasilan sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang menyatakan bahwa “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (worldwide income concept), yang dapat dipakai untuk konsumsi (expenses) atau untuk menambah kekayaan (assets) Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form doctrine), termasuk (positif list) dan seterusnya”. Namun dalam rumusan ini tidak pernah dinyatakan bahwa penghasilan itu sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang dapat digunakan untuk mengurangi/ membayar/ melunasi utang (liabilities). Dari rumus diatas jelas terlihat bahwa Revenues = (negative) Liabilities, artinya bahwa ada kecenderungan Wajib Pajak menggelapkan pajak dengan menarasikan bahwa uang yang diterima bukan objek pajak karena bersumber dari pencairan utang bukan bersumber dari hasil penjualan yang merupakan objek pajak.

Alasan penulis menggunakan pendekatan matematika (mathematical approach) karena pertama bahwa sesungguhnya akuntansi itu ilmu pasti yaitu ilmu matematika yang dikarang oleh Luca Pacioli, Bapak Akuntansi Modern, Double Entry Bookkepping (DEB), seorang pendeta Italia di jaman Renaissance dalam bukunya:”Summa de arithmetica, geometria, proportioni et proportionalita” ini dari segi historis; yang kedua dari segi praktis sampai sekarang rata-rata atau bahkan semua Wajib Pajak Badan telah memanfaat kecanggihan ilmu komputer yang berbasis ilmu matematika angka Sistem bilangan biner sehingga memudahkan tenaga akunting dalam menyusun laporan keuangan, yang biasanya kita kenal dengan nama SAP atau juga dikenal dengan System Application and Product in Data Processing adalah sistem yang digunakan untuk mendukung kegiatan atau aktivitas yang berjalan dalam suatu organisasi secara otomatis sehingga efisiensi dan produktivitas bisa meningkat secara efisien.

Untuk kepentingan itulah maka Wajib Pajak menciptakan suatu transaksi back to back loan pada pidana asal/Tipijak (predicate crime) dan juga back to back loan pada pidana ikutan/TPPU nya (follow up crime). Oleh karena itu penulis menyampaikan agar buku kecil penulis yang berjudul: Tax Accounting Equation (TAE): early detection tax avoidance and/or tax evasion bisa digunakan sebagai alat deteksi dini Wajib Pajak Badan melakukan penghindaran dan/atau penggelapan pajak.

Tugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke depan adalah segera lebih mengembangkan Substance Over Form Doctrin ini dengan mengembangkan implementasi GAAR (General Anti Avoidance Rule) ini didefinisikan sebagai ketentuan anti penghindaran pajak dalam mencegah ataupun meminimalisir transaksi yang semata-mata hanya dilakukan dengan tujuan penghindaran pajak atau transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis oleh wajib pajak serta dilakukan uji terhadap Wajib Pajak Badan yang terdeteksi secara dini melakukan upaya-upaya penghindaran dan/atau penggelapan pajak dengan melakukan Business Purpose Test atas transaksi utang yang dimiliki Wajib Pajak Badan serta menerapkan Focus Audit atas Liabilities Perusahaan pada pelaksanaan pemeriksaan pajak guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban membayar pajak.

Accumulate Knowledge yang tersimpan selama lebih dari 30 (tiga puluh) tahun mengabdi pada institusi DJP, penulis (promovendus) tuangkan dalam bentuk disertasi agar bisa sebagai pengingat jejak bahwa promovendus pernah menjadi bagian institusi ini, dalam suatu disertasi yang promovendus beri judul: Perbuatan Hukum dalam Penanganan Manipulasi Perpajakan oleh Korporasi pada Tindak Pidana Pajak dengan Perbuatan Pencucian Uang” dibawah bimbingan dan arahan yang amat sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, SH., MH selaku Promotor dan Bapak Dr. Ahmad Redi, SH., MH., M.Si, selaku Ko.Promotor yang selalu memberikan koreksi dan saran yang membangun, supaya hasil penelitian desertasi ini layak dan bermanfaat serta tidak lupa promovendus sampaikan banyak-banyak terima kasih kepada yang amat sangat terpelajar Bapak Prof. Dr. H. Mohammad Halilintar, S.E, M.M. selaku Ketua Yayasan Pendidikan Borobudur 1971 yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu di Program Doktor Hukum Universitas Borobudur. Bapak Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos, M.Sc, Rektor Universitas Borobudur selaku Rektor Universitas Borobudur yang juga telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu di Program Doktor Hukum Universitas Borobudur. Bapak Prof. Dr. Ir. Rudi Bratamanggala, M.M., yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam ujian disertasi. Bapak Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M., Direktur Program Pascasarjana, merangkap Ketua Program Doktor Hukum Pascasarjana Universitas Borobudur yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu di Program Doktor Hukum Universitas Borobudur. Bapak Dr. KMS Herman, S.H. M.H., M.Si., selaku penguji disertasi dan Prof. Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., selaku penguji dari luar kampus Universitas Borobudur, serta Ibu Dr. Darwati, S.H., M.H., selaku Sekretaris Program Doktor Hukum Universitas Borobudur dan ,Ibu Ani Anabanu, Mas Lucky serta Ibu Nur Hidayah serta semua teman-teman Angkatan XII yang tidak bisa promovendus sebutkan satu persatu, sekali lagi “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”, tidak ada kata terlambat dalam menuntut ilmu, Continuing Education, sekolah tidak membuatmu bertambah pintar namun bertambah tahu kekurangan diri, paling tidak akan terjadi kristalisasi ilmu pengetahuan yang diberikan para dosen membentuk watak diri yang lebih bijak dan rendah hati. (jis).

Jakarta, 11 Februari 2024

Joko Ismuhadi Soewarsono*)

*) Penulis adalah seorang doctor candidate pada bidang ilmu hukum pidana perpajakan dan doctor candidate pada bidang ilmu akuntansi pajak.

fiskusma

Related posts