Next Post

Bagaimana Cara Berhutang Tanpa Punya Kewajiban Mengembalikan?

Jakarta-fiskusmagnews.com: 

Dalam suatu siklus kehidupan korporasi terdapat 4 (empat) siklus dilihat dari sisi pembiayaannya. Pertama Perusahaan akan didirikan menggunakan uang sendiri atau modal sendiri. Jika dilihat dari sumber dan penggunaan dana maka bisa ditulis suatu rumus matematika akuntansi yang paling sangat sederhana yaitu: Assets = Equity. Dengan berjalannya waktu Perusahaan mulai menghasilkan suatu pemasukan atau income, namun saat diawal kehidupannya masih kondisi merugi. Lambat laun pada saat fixed cost nya sudah bisa diserap habis atau dibebankan secara keseluruhan, mulai lah Perusahaan akan menjadi lebih efisien karena beban biaya akan naik seiring dengan kenaikan penjualan yang kita kenal sebagai variable cost. Pada fase ini mulai terlihat membaik catatan keuangan alias cash flow Perusahaan. Tanpa mengajukan kredit pun, Lembaga keuangan perbankan akan mulai melirik untuk bisa diberikan pembiayaan untuk ekspansi Perusahaan. Perusahaan masuk fase kedua berhutang, sehinggan rumus matematika akuntansi diatas menjadi lebih sempurna, dalam arti sumber dan penggunaan dana mulai terlihat bagus, yang bisa dirumuskan sebagai berikut: Assets = Liability + Equity, yang artinya mulai ada dana pihak ketiga dalam bentuk pinjaman investasi jangka Panjang, apakah itu menambah kapasitas mesin atau yang lainnya yang sifatnya investasi jangka Panjang.

Pada fase berikutnya Perusahaan membutuhkan dana pihak ketiga yang sifatnya bukan untuk day to day operation, namun aktivitas investasi. Mulai Perusahaan masuk fase ketiganya, yaitu diberikan pinjaman dalam bentuk mandatory convertible bond (MCB). Bentuk pinjaman ini tidak memiliki kewajiban untuk dikembalikan pokok pinjaman dan tidak perlu dibayar bunganya. Siapa yang tidak mau dikasih duit gratis cuma-cuma?. Orang yang sudah tidak doyan uang saja yang menolak. Setelah sekian tahun mulailah Perusahaan memikirkan pelaksanaan komitmen saat menerima utang MCB agar segera Go Public. Maka pinjaman senilai Rp1 triliun dikonversi menjadi setoran modal dengan nilai nominal per lembar saham Rp1.000,-misalnya, yang berarti pemegang MCB mendapatkan hak suara saham sebanyak 1 (satu) miliar lembar saham. Dari hubungan bisnis ini terbentuk suatu symbiosis mutualisme, pemilik dana ingin dana nya bersih, kalau itu dirty money, pemilik dana ingin duitnya berlipat ganda, peminjam sangat tertolong dapat pinjaman tanpa punya kewajiban mengembalikannya, enak toh…gurih.

Dana MCB yang semula Rp1 triliun dengan nilai nominal Rp1.000 per lembar saham, misalnya saat IPO, Initial Public Offering, over subscribe, laku sahamnya bak kacang goreng, maka duitnya punya potensi bisa berkembang menjadi Rp10 triliun. Bisa tidak?. Bisa kalau pasar digoreng. Bisa kalau yang Go Public Perusahaan BUMN yang punya saudara dana pensiun yang dananya nganggur, fund manager di dorong untuk membeli dengan dalih, bantulah saudaramu yang sedang membutuhkan uang.

Tibalah saatnya yang ditunggu-tunggu telah tiba, semua ahli telah disewa dalam rangka Go Public, dari Akuntan Publik, Appraiser, Konsultan Hukum, Notaris, Penasehat Investasi dan lain sebagainya. Ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun pengusaha yang MBA, manusia banyak akal, tidak kehilangan akal, maka diumumkanlah bahwa Perusahaan akan segera Go Public, agar seluruh stage holder merasa memiliki Perusahaan maka dibuatlah program ESOP yaitu suatu program agar karyawan Perusahaan termasuk para tenaga ahli yang telah disewa diikutkan program ESOP, employ stock option, dengan cara memotong dari salary nya, memotong dari pembayaran fee nya tenaga ahlinya. Program ini memang sangat bagus apabila nanti Perusahaan Go Public agar seluruh stage holder bisa ikut menikmati kenaikan harga saham. Kalau kita bicara substance over form doctrine, ini jelas perusahaan punya kiat hemat tidak mengeluarkan uang tunai nya, ini juga kiat jitu untuk terbebas dari utang MCB, enak toh? Berutang tapi tidak perlu dikembalikan pokok plus bunganya namun cukup dikonversi menjadi saham atau istilah kerennya debt to equity swapt (DES). Kalau pemegang saham butuh duit nya ya tinggal jual saja di pasar bursa. Tahu nggak? Kalau terbesar pembeli (pemain) saham itu bukan orang pribadi, tetapi para fund manager yang bekerja memutar dana idle, dana menganggur dari dana pensiun, uang saya, uang anda semua yang akan anda minta pada saat pensiun. Katanya sih nanti banyak Perusahaan dana pensiun default alias gagal bayar, Mas Menteri pun dengan sigap sudah melaporkan potensi gagal bayar, belum tahu ya..apakah ini fraud ataukah murni resiko bisnis. Kita tunggu saja kerja para penegak hukum di negeri ini. Semoga “prima dosa” ini bisa diselesaikan, kenapa disebut prima dosa, kalau saya, anda bersalah ke saudara, kita tinggal minta maaf, kalau kita bersalah terhadap dana public meminta maaf kepada siapa? Tanya pada rumput yang bergoyang. (jis).

Jakarta, 12 Februari 2024

Joko Ismuhadi Soewarsono*)

*) Penulis adalah seorang doctor candidate dalam bidang hukum pidana perpajakan dan doctor candidate dalam bidang ilmu akuntansi pajak.

fiskusma

Related posts